1 TESALONIKA 5:12-22

Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan
Jemaat Tesalonika adalah jemaat yang masih muda usianya. Rasul Paulus, bersama Silwanus dan Timotius, mendirikan jemaat ini dalam perjalanan misinya yang kedua (Kisah Para Rasul 17:1–9). Tesalonika adalah kota besar di Makedonia, pusat perdagangan dan pemerintahan, yang membuat jemaat di sana berhadapan langsung dengan berbagai pengaruh budaya Yunani-Romawi, tekanan politik, serta tantangan sosial.
Kehidupan jemaat ini tidak mudah. Mereka menghadapi penganiayaan dari orang Yahudi yang menolak Injil. Mereka juga dibingungkan oleh pertanyaan tentang kedatangan Kristus yang kedua (parousia), bahkan ada yang salah paham sehingga hidup tanpa tertib karena merasa Yesus segera datang. Selain itu, hubungan internal dalam jemaat juga mulai menghadapi gesekan: ada yang kurang menghormati pemimpin rohani, ada yang cepat berselisih, dan ada yang mulai kehilangan sukacita dalam iman.
Di tengah konteks seperti inilah, Paulus menulis suratnya untuk menguatkan mereka. Ia ingin agar jemaat tetap teguh dalam iman, rukun dalam kebersamaan, dan siap menyambut kedatangan Kristus dengan hidup benar.
Bagian yang kita baca hari ini (1 Tesalonika 5:12–22) adalah semacam penutup nasihat praktis dari Paulus. Setelah menjelaskan tentang pengharapan akan kedatangan Tuhan, ia memberikan arahan konkret bagaimana jemaat harus hidup sehari-hari:
- Menghormati pemimpin rohani (ayat 12–13).
- Hidup dalam damai seorang dengan yang lain (ayat 13b–15).
- Menunjukkan sukacita, doa, dan ucapan syukur (ayat 16–18).
- Menghargai karya Roh Kudus dan menilai segala sesuatu (ayat 19–22).
Dengan kata lain, Paulus sedang membentuk pola hidup komunitas Kristen yang sehat: sebuah jemaat yang saling menghormati, hidup dalam damai, dan berakar dalam relasi dengan Allah.
Ada tiga pokok penting yang Paulus tekankan, yang memiliki makna teologis mendalam bagi kehidupan gereja:
Pertama: Menghormati Pemimpin sebagai Wujud Taat kepada Allah (ayat 12–13)
Paulus berkata: “Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu; dan supaya kamu sungguh-sungguh menjunjung mereka dalam kasih karena pekerjaan mereka.”
Dalam pandangan Paulus, kepemimpinan dalam gereja adalah panggilan Allah, bukan hasil ambisi manusia.Pemimpin rohani dipanggil untuk bekerja keras, menegur, menasihati, dan menggembalakan jemaat. Karena itu, jemaat dipanggil menghormati mereka, bukan karena mereka sempurna, tetapi karena Allah mempercayakan mereka tugas pelayanan.
Secara teologis, menghormati pemimpin berarti mengakui bahwa Allah bekerja melalui mereka. Sama seperti orang Israel menghormati Musa bukan karena kesempurnaannya, tetapi karena Allah menaruh otoritas rohani padanya, demikian juga jemaat Tesalonika (dan kita hari ini) dipanggil untuk memandang pemimpin sebagai alat Allah.
Makna menghormati pemimpin tidak hanya sekadar memberi salam, tunduk, atau mengikuti instruksi, tetapi jauh lebih dalam sebagai sikap hati, pengakuan, dan tindakan nyata terhadap mereka yang dipercayakan Tuhan atau masyarakat untuk memimpin.
Jadi, hal yang harus kita ingat, bahwa menghormati pemimpin berarti ada:
- Pengakuan terhadap otoritas yang berasal dari Allah
Dalam Alkitab, Roma 13:1 mengatakan: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah…” Artinya, menghormati pemimpin bukan hanya sikap sosial, melainkan bentuk ketaatan kepada Allah yang memberi otoritas kepemimpinan. - Menjaga harmoni dan ketertiban
Dengan menghormati pemimpin, masyarakat atau jemaat dapat hidup teratur, tidak mudah terpecah, dan bisa bersatu dalam tujuan bersama. Sikap hormat mencegah konflik yang lahir dari ego dan perlawanan. - Menghargai tanggung jawab dan pengorbanan pemimpin
Pemimpin sering menanggung beban berat, membuat keputusan yang tidak selalu populer, bahkan menghadapi kritik. Menghormati pemimpin berarti kita menyadari perjuangan itu dan memberi dukungan moral serta doa. - Teladan kerendahan hati
Menghormati pemimpin menunjukkan kerendahan hati bahwa kita tidak selalu harus menjadi yang paling benar, tetapi siap belajar dan mendukung orang lain yang dipercaya memimpin. - Tidak sama dengan menutup mata terhadap kesalahan
Menghormati bukan berarti membenarkan semua tindakan pemimpin. Bila pemimpin salah, cara kita menegur atau menyampaikan kritik tetap harus dengan kasih, doa, dan etika. Dengan begitu, penghormatan tetap terjaga tanpa kehilangan kebenaran.
Jadi, bagaimana kita menghormati pemimpin adalah kita menunjukkan sikap rohani, sosial, dan etis yang mencerminkan kasih, kerendahan hati, serta ketaatan kepada Allah. Itu berarti mendukung, mendoakan, mengikuti yang benar, dan mengingatkan dengan kasih bila ada yang keliru.
Kedua: Hidup dalam Damai sebagai Identitas Tubuh Kristus (ayat 13b–15)
Paulus melanjutkan: “Hiduplah selalu dalam damai seorang dengan yang lain.” Ini bukan sekadar imbauan moral, tetapi panggilan teologis.
Yesus sendiri berkata: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”(Mat. 5:9). Artinya, hidup dalam damai adalah tanda kehadiran Allah dalam komunitas gereja. Damai bukan berarti tidak ada perbedaan, melainkan bagaimana setiap perbedaan dijalani dengan kasih, kesabaran, dan kerendahan hati.
Paulus menekankan sikap konkret: menolong yang lemah, sabar terhadap semua orang, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi selalu mencari kebaikan bagi semua orang. Secara teologis, ini menggambarkan hidup jemaat sebagai tubuh Kristus (1 Kor. 12), di mana setiap anggota saling menopang dan tidak ada yang ditinggalkan.
Ketiga: Spiritualitas Syukur sebagai Gaya Hidup Orang Percaya (ayat 16–22)
Tiga seruan singkat Paulus sangat padat makna:
- “Bersukacitalah senantiasa.”
- “Tetaplah berdoa.”
- “Mengucap syukurlah dalam segala hal.”
Inilah spiritualitas Kristen yang sejati: sukacita, doa, dan syukur bukan bergantung pada keadaan, melainkan berakar pada relasi dengan Allah melalui Kristus. Sukacita bukan karena keadaan selalu baik, tetapi karena Allah selalu hadir. Doa bukan sekadar rutinitas, tetapi napas iman. Syukur bukan hanya ketika berkat melimpah, tetapi juga dalam penderitaan, karena kita percaya Allah tetap bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan (Roma 8:28).
Selain itu, Paulus mengingatkan agar jemaat tidak memadamkan Roh, menghargai nubuat, dan menguji segala sesuatu. Artinya, kehidupan rohani harus terbuka pada pimpinan Roh Kudus. Gereja yang sehat bukan hanya rukun secara sosial, tetapi juga hidup dalam dinamika karya Roh Kudus.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Dalam kehidupan kita sehari-hari, baik di keluarga, gereja, maupun masyarakat, kita tidak bisa terlepas dari keberadaan seorang pemimpin. Pemimpin adalah pribadi yang dipilih, dipercaya, dan diangkat untuk menuntun, mengarahkan, serta membawa suatu komunitas menuju tujuan bersama. Alkitab pun menegaskan bahwa setiap pemimpin yang ada sesungguhnya tidak terlepas dari izin Tuhan (Roma 13:1). Oleh sebab itu, menghormati pemimpin bukanlah sekadar kewajiban sosial, tetapi juga wujud ketaatan iman kita kepada Allah yang berdaulat.
Menghormati pemimpin tidak selalu berarti setuju dengan semua keputusan mereka, atau menutup mata terhadap kelemahan manusiawi mereka. Justru, makna menghormati pemimpin terletak pada sikap hati yang mau mendukung, mendoakan, dan memberi ruang agar mereka dapat menjalankan tanggung jawab dengan penuh hikmat. Sama seperti Musa yang memimpin bangsa Israel dengan segala pergumulan, ia pun tidak luput dari kritik dan penolakan. Namun Tuhan tetap menegaskan bahwa pemimpin yang Ia tetapkan harus dihargai, karena melalui merekalah Allah bekerja bagi umat-Nya.
Dalam konteks kita hari ini, menghormati pemimpin berarti:
- Tidak gampang menghakimi atau menjatuhkan mereka, tetapi memberi teladan dengan perkataan yang membangun.
- Menjadi rekan kerja yang setia, bukan beban tambahan.
- Mendoakan pemimpin kita agar mereka senantiasa dibimbing oleh Roh Kudus dalam mengambil keputusan.
Saudara-saudara, gereja, masyarakat, bahkan bangsa akan kuat bila rakyat menghormati pemimpinnya, dan pemimpin pula melayani dengan rendah hati. Inilah harmoni yang dikehendaki Tuhan, di mana penghormatan dan pelayanan berjalan seiring.
Kiranya kita semua boleh belajar melihat pemimpin sebagai wakil yang Tuhan percayakan untuk menuntun perjalanan kita, sehingga dengan menghormati mereka, sesungguhnya kita sedang menghormati Allah yang menempatkan mereka di tengah kita. AMIN.
