
KOLOSE 3:5-17
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Setiap manusia pada dasarnya rindu mengalami sesuatu yang baru dalam hidupnya. Kita senang dengan hal-hal baru, seperti rumah baru, pakaian baru, pekerjaan baru, bahkan teknologi baru. Semua itu memberi semacam semangat, harapan, dan motivasi baru. Namun, sering kali kita lupa bahwa hal yang paling mendasar bukanlah tentang apa yang baru di luar diri kita, melainkan tentang siapa kita di dalam. Seberapa banyak pun kita memiliki hal-hal baru di luar, jika hati kita tetap lama, penuh luka, amarah, kebencian, dan dosa maka hidup kita tidak akan pernah benar-benar berubah.
Bayangkan seorang anak kecil yang diberi mainan baru. Ia sangat bahagia, berlarian ke sana kemari, tidak bisa berhenti tersenyum. Tetapi setelah beberapa hari, mainan itu rusak atau membosankan baginya. Kebahagiaan yang ia rasakan hilang secepat datangnya. Itulah gambaran hidup manusia yang hanya mengejar hal-hal baru di luar, tetapi tidak mengalami pembaruan dari dalam. Kita bisa berganti pakaian, posisi, bahkan status, tetapi tanpa Kristus, hati kita tetap sama: hampa dan rapuh.
Inilah yang menjadi inti seruan Paulus kepada jemaat di Kolose. Mereka sudah mengenal Kristus, sudah percaya kepada Injil, tetapi Paulus menegaskan bahwa iman itu tidak boleh berhenti pada pengakuan semata. Tetapi harus ada perubahan total.
Hidup mereka harus berubah total—menanggalkan manusia lama dengan segala hawa nafsu duniawi, dan mengenakan manusia baru yang diciptakan menurut gambar Allah. Paulus menyebut mereka sebagai “orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya”(Kol. 3:12). Pernyataan ini sangat penting, sebab Paulus ingin meneguhkan identitas mereka. Hidup baru bukan sekadar usaha manusia untuk menjadi lebih baik, tetapi sebuah respons dari orang-orang yang telah ditebus, dikuduskan, dan dipenuhi kasih Allah.
Saudara2, sering kali kita juga mengalami pergumulan yang sama? Kita percaya kepada Kristus, tetapi masih terikat oleh kebiasaan lama: marah yang tidak terkendali, perkataan yang menyakitkan, ngegosip, iri hati, atau ego yang menguasai relasi kita. Kadang kita berdoa, menyanyi, melayani, tetapi di balik itu kita masih menyimpan kepahitan, keangkuhan, dan keinginan duniawi. Seolah-olah kita mengenakan pakaian rohani di luar, tetapi manusia lama masih kuat berakar di dalam.
Saudara-saudara..
Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk melihat bahwa identitas kita di dalam Kristus jauh lebih berharga daripada semua hal duniawi. Kita dipanggil bukan hanya untuk sekadar menjadi “orang baik,” tetapi kita dipanggil untuk untuk hidup sebagai orang baru, yakni hidup sebagai orang-orang yang penuh belas kasihan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan yang terutama: kasih. Kasih itulah yang menjadi pengikat yang menyempurnakan. Dan kasih itulah tanda paling nyata bahwa kita sungguh-sungguh hidup sebagai orang pilihan Allah.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan, setelah kita menyadari panggilan untuk hidup sebagai manusia baru, mari kita menengok lebih dalam konteks mengapa Paulus menuliskan bagian ini kepada jemaat Kolose. Jemaat Kolose saat itu hidup di tengah arus budaya yang sangat kuat. Ada pengaruh filsafat Yunani yang menekankan pengetahuan sebagai jalan keselamatan, ada tradisi Yahudi yang menekankan aturan-aturan hukum, bahkan ada ajaran mistis yang mengandalkan penyembahan malaikat.
1. Pengaruh Filsafat Yunani – Pengetahuan sebagai Jalan Keselamatan
Di Kolose, banyak orang terpengaruh filsafat yang menganggap pengetahuan tinggi bisa menyelamatkan.
Konteks sekarang:
- Kita hidup di era digital dan AI, di mana ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi begitu diagungkan.
- Banyak orang berpikir bahwa “asal pintar, sukses, atau punya akses informasi, maka hidup akan terjamin.”
- Tantangannya: kita bisa tergoda menaruh iman kita pada kecerdasan manusia atau teknologi, bukan pada Kristus.
2. Tradisi Yahudi – Aturan dan Hukum sebagai Jalan Kesalehan
Bagi orang Yahudi, menjalankan hukum Taurat dianggap sebagai jalan untuk diterima Allah.
Konteks sekarang:
- Masih banyak orang Kristen yang terjebak dalam legalisme—berpikir bahwa keselamatan atau kesalehan tergantung pada seberapa ketat ia menjalankan aturan gereja, liturgi, atau ritual.
- Misalnya: rajin ke gereja tetapi hatinya tidak berubah; tekun melayani tetapi motivasinya mencari pujian; atau menilai iman orang lain hanya dari sisi lahiriah.
- Padahal, Paulus menekankan bahwa hidup baru bukan hasil usaha manusia, tetapi anugerah Allah di dalam Kristus.
3. Ajaran Mistis – Penyembahan Malaikat dan Kekuatan Gaib
Di Kolose, sebagian jemaat tertarik pada praktik spiritual mistis—mencari keselamatan lewat penyembahan malaikat atau kuasa gaib.
Konteks sekarang:
- Banyak orang masih mencari “jalan pintas rohani” dengan mendatangi paranormal, jimat, ramalan bintang/zodiak, atau praktik supranatural untuk mendapatkan rasa aman.
- Bahkan ada yang percaya bahwa kesembuhan, rezeki, atau keselamatan bisa didapat lewat energi gaib, meditasi tanpa Kristus, atau ritual tertentu.
- Semua ini sama seperti jemaat Kolose: menggantikan Kristus dengan sesuatu yang lain.
Disinilah Paulus mengajarkan dengan penuh kasih tetapi juga tegas mengingatkan mereka: keselamatan dan hidup baru tidak datang dari filsafat/teknologi, tradisi, atau usaha manusia. Semuanya hanya ada di dalam Kristus. Karena itu, Paulus menggunakan bahasa yang sangat kuat: “Matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi” (Kol. 3:5). Ini bukan sekadar nasihat moral, tetapi sebuah perintah rohani yang menegaskan bahwa hidup lama harus ditanggalkan sepenuhnya, karena kini identitas mereka ada di dalam Kristus yang bangkit.
Paulus menyebut kita sebagai “orang-orang pilihan Allah, yang dikuduskan dan dikasihi-Nya” (Kol. 3:12). Tiga hal ini sangat penting:
- Pilihan Allah –karena Allah memilih kita dalam kasih-Nya sejak semula. Identitas kita bukan ditentukan oleh dunia, tetapi oleh Allah sendiri.
- Dikuduskan Allah –Kekudusan bukan berarti kita sempurna, tetapi kita diarahkan untuk terus-menerus diperbarui oleh Roh Kudus.
- Dikasihi Allah –Kita harus bisa mengampuni karena kita telah lebih dahulu diampuni; kita harus bisa mengasihi karena kita telah lebih dahulu dikasihi.
Saudara, inilah inti dari kehidupan orang Kristen: kita dipanggil bukan hanya untuk percaya, tetapi untuk berubah. Hidup baru bukanlah sekadar teori-teori tentang iman, tetapi harus menjadi kenyataan yang terlihat dalam perkataan, sikap, dan tindakan sehari-hari.
Dan untuk sampai ke sana, Paulus memberikan tiga arah pembaruan yang sangat jelas, yakni:
Pertama, kita dipanggil untuk menanggalkan manusia lama dengan segala dosa dan kebiasaan buruk. (ay. 5–9)
Paulus memulai dengan kata-kata yang tegas: “Matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi.”
Hidup lama adalah simbol dari kehidupan yang terikat pada dosa dan kuasa kegelapan. Paulus tidak meminta kita untuk “mengurangi” atau “mengendalikan” dosa, tetapi mematikannya. Kata yang dipakai Paulus dalam bahasa Yunani, nekrosate, berarti tindakan radikal: menganggap sesuatu tidak lagi hidup, tidak lagi berkuasa. Inilah gambaran baptisan: manusia lama mati bersama Kristus, dan kita bangkit dengan identitas baru. Ilustrasi: Bayangkan seseorang yang sudah sembuh dari penyakit berbahaya, tetapi masih menyimpan obat kadaluarsa yang dulu ia konsumsi. Jika ia nekat memakainya kembali, itu justru merusak tubuhnya. Begitu juga dengan dosa—kita sudah disembuhkan oleh Kristus, jadi mengapa kembali memakai “obat lama” yang merusak hidup kita?
- Dalam keluarga: tinggalkan kebiasaan bertengkar, menyimpan dendam, atau perkataan yang kasar.
- Dalam pekerjaan: hentikan kebiasaan curang, iri hati, atau sikap tidak jujur.
- Dalam era digital: berhenti dari pola hidup lama seperti menyebar hoaks, pornografi, atau komentar penuh kebencian di media sosial.
Hidup baru dimulai dengan keputusan tegas: meninggalkan manusia lama.
Kedua, kita harus mengenakan manusia baru yang diperbarui menurut gambar Allah.
Manusia baru adalah gambaran pembaruan ciptaan. Dalam Kejadian 1, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Namun dosa merusakkan gambar itu. Di dalam Kristus, gambar itu dipulihkan kembali. Ini berarti hidup baru adalah proses sanctification (pengudusan)—Allah terus membentuk kita agar semakin serupa dengan Kristus.
Ilustrasi: Seorang pengrajin logam mengambil besi tua yang berkarat. Ia membersihkannya, memanaskannya, menempa, lalu membentuknya menjadi alat yang indah dan berguna. Dari yang tadinya tidak bernilai, kini menjadi sesuatu yang berharga. Begitu juga dengan kita: Allah sedang menempa kita, supaya kita bukan lagi manusia lama yang rapuh, melainkan manusia baru yang memancarkan kemuliaan-Nya.
Mengenakan manusia baru berarti setiap hari kita belajar berkata “ya” pada kehendak Allah, dan “tidak” pada godaan dosa.
Dan ketiga, kita harus menghidupi kasih Kristus sebagai ikatan yang menyempurnakan hidup kita, sehingga segala sesuatu kita lakukan dalam nama Tuhan Yesus.
Kasih adalah buah dari identitas baru dalam Kristus. Damai Kristus yang memerintah dalam hati menandai bahwa kita tidak lagi hidup untuk diri sendiri, melainkan untuk membangun tubuh Kristus. Firman Kristus yang tinggal dengan limpah mengarahkan seluruh hidup kita. Dan puncaknya: “Apapun yang kamu lakukan, lakukanlah semuanya dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur.” (ay. 17). Artinya, hidup baru berorientasi penuh kepada Kristus.
Ilustrasi: Bayangkan sebuah orkestra. Ada pemain biola, piano, drum, seruling—semuanya berbeda. Jika masing-masing memainkan nada sendiri, akan terdengar kacau. Tetapi jika semua mengikuti konduktor, maka yang terdengar adalah harmoni yang indah. Begitu pula gereja: kita berbeda-beda, tetapi kasih Kristus adalah konduktor yang menyatukan kita dalam harmoni yang indah.
Aplikasi
- Dalam gereja: kasih Kristus memanggil kita untuk menghargai perbedaan, mengampuni satu sama lain, dan hidup rukun.
- Dalam masyarakat: kita dipanggil menjadi pembawa damai, bukan sumber perpecahan.
- Dalam kehidupan pribadi: mari biasakan hati yang penuh syukur, sehingga kita melihat segala sesuatu bukan sebagai beban, melainkan kesempatan untuk memuliakan Allah.
Hidup baru dalam Kristus hanya akan nyata bila kasih menjadi dasar, damai Kristus menjadi pemimpin, dan firman Kristus menjadi pelita bagi hidup kita.
Saudara-saudara…
Menjadi Pertanyaan penting bagi kita hari ini: apakah hidup kita hari ini benar-benar mencerminkan manusia baru di dalam Kristus, ataukah kita masih mengenakan pakaian lama yang usang? Pertanyaan ini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menolong kita menyadari betapa besar kasih Allah yang telah memilih, menguduskan, dan mengasihi kita. Dan karena itulah, kita dipanggil untuk hidup berbeda—bukan lagi menurut standar dunia, melainkan menurut kehendak Kristus.
Karena itu, marilah kita menjadikan kasih Kristus sebagai pusat kehidupan kita. Menjadi pribadi yang membawa damai, bukan pertengkaran, jadilah teladan integritas, bukan kecurangan, jadilah pengikat kasih yang mempersatukan, bukan batu sandungan yang memecah belah, jadilah terang dan garam, yang menghadirkan Kristus melalui perkataan dan perbuatan kita. AMIN.
