
KISAH PARA RASUL 18:18-28
Oleh: Pdt. Dr. Djoys Anneke Rantung, M.Th.
Pendahuluan:
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Dunia kita hari ini dipenuhi dengan berita-berita yang beragam—informasi mengalir deras melalui HP, laptop, dan media sosial. Namun, tidak semua yang kita baca atau dengar adalah kebenaran. Hoaks, fitnah, manipulasi fakta, ujaran kebencian, provokasi politik, bahkan pengajaran sesat tersebar dengan mudah. Sayangnya, banyak orang Kristen juga ikut terjebak, menjadi penyebar berita yang belum tentu benar, kita menjadi penyebar gossip, penyebar kabar hoaks, kita menyebarkan kabar tak sedap tentang urusan /problem/ masalah privasi /pribadi orang lain, urusan problem/masalah keluarga/rumah tangga orang lain, bahkan problem/masalah-masalah gereja kita, yang hanya menjadi konsumsi/urusan wilayah sendiri…tetapi kita menjadi orang yang suka menyebarkan cerita…. hanya karena tergoda untuk menjadi “yang pertama” membagikan kabar viral, atau merasa ini sangat indah untuk disebarkan….
Hari ini kita belajar dari Apolos, Priskila, dan Akwila, bagaimana kebenaran harus dipahami, dikoreksi, dan dikabarkan secara utuh dan bertanggung jawab, bukan setengah-setengah. Kisah ini luar biasa relevan di era digitalisasi sekarang ini.
I. Apolos: Orang Cerdas yang Masih Perlu Belajar (Ay. 24-25)
Apolos adalah orang yang fasih, berilmu, dan menguasai Kitab Suci. Ia lahir di Alexandria—pusat ilmu pengetahuan Yahudi saat itu. Namun pengetahuannya masih setengah, ia hanya mengenal baptisan Yohanes—ia belum paham karya keselamatan Kristus secara penuh.
Masalah Apolos?
– Pengetahuan yang Belum Utuh tentang Injil (Ay. 25)
Apolos hanya mengenal baptisan Yohanes, yaitu baptisan pertobatan sebagai persiapan menyambut Mesias.
- Ia belum memahami secara lengkap tentang kematian, kebangkitan, dan karya penebusan Yesus Kristus.
- Ia juga belum mengenal pencurahan Roh Kudus, yang menjadi tanda utama dari baptisan Kristen setelah Pentakosta.
Tentang Apolos dalam Kisah Para Rasul 18:18-28, sebenarnya tidak ada masalah moral, etika, atau integritas pribadi yang dicatat oleh Alkitab mengenai dirinya. Bahkan Alkitab menggambarkannya sebagai:
- Fasih berbicara,
- Berpengetahuan dalam Kitab Suci,
- Bergairah (berapi-api) dalam roh,
- Berani mengajar di tempat umum.
Namun, ada dua hal utama yang menjadi kekurangan (masalah) Apolos di bagian ini:
1. Pemahaman Injil yang Belum Lengkap (Ayat 25)
Apolos hanya tahu baptisan Yohanes Pembaptis, yaitu baptisan pertobatan, bukan baptisan Kristen yang mengandung makna kematian dan kebangkitan bersama Kristus serta pencurahan Roh Kudus (bdk. Kisah 19:1-7).
- Ini menunjukkan bahwa pengetahuannya tentang jalan keselamatan di dalam Kristus masih terbatas.
- Jika Apolos dibiarkan tanpa dibimbing Priskila dan Akwila, ia bisa menyebarkan pemahaman Injil yang kurang lengkap, yang mungkin menimbulkan kebingungan atau penyesatan bagi jemaat.

2. Kebutuhan untuk Dikoreksi dan Dibimbing (Ayat 26)
Meskipun sangat pintar dan berani, Apolos tetap membutuhkan orang lain untuk melengkapi pengetahuannya—dalam hal ini Priskila dan Akwila yang telah diajar langsung oleh rasul Paulus.
- Hal ini menunjukkan bahwa sehebat-hebatnya seorang pengajar, tetap bisa memiliki kekurangan teologis yang harus dibenahi.
- Ini bukan “dosa” atau kesalahan moral, tapi kelemahan dalam pengertian doktrinal, yang bisa menjadi masalah besar kalau tidak diperbaiki.
Akibatnya:
- Khotbahnya “separuh kebenaran” — benar, tapi belum tuntas.
- Berpotensi membingungkan jemaat baru, karena tidak mengajarkan keselamatan penuh dalam Kristus.
Potensi Bahaya Informasi Setengah Benar:
Masalah Apolos memberi pelajaran besar:
- Setengah kebenaran bisa menimbulkan kesalahan yang fatal.
- Injil tidak boleh dikabarkan setengah-setengah, karena bisa melahirkan pemahaman salah tentang siapa Yesus Kristus sebenarnya.
Aplikasi Zaman Now:
Banyak orang hari ini fasih bicara face to face, di medsos, YouTube, TikTok, bahkan berbicara soal agama, tetapi belum tentu memahami kebenaran Injil secara utuh. Kita bisa bicara “pintar” tentang politik, moralitas, agama, teologi, tetapi jangan-jangan seperti Apolos: hanya tahu “sebagian” tanpa pemahaman yang mendalam.
Ilustrasi:
Seorang remaja share video di Instagram soal teori konspirasi akhir zaman yang ternyata diambil dari situs sesat. Karena belum belajar secara utuh, ia menyebarkan ketakutan bukan pengharapan Injil.
Pesan:
- Jangan bangga dengan pengetahuan setengah matang.
- Jadilah orang Kristen yang mau terus belajar, dikoreksi, dan bertumbuh dalam kebenaran.
II. Priskila dan Akwila: Menjadi Pembimbing Bijaksana di Tengah Informasi Salah (Ay. 26)
Priskila dan Akwila melihat semangat Apolos, tetapi mereka tahu ada kekurangan besar. Apa yang mereka lakukan? Bukan mencela di depan umum, bukan menyebarkan “hoaks rohani” tentang Apolos, bukan mempermalukannya. Mereka mengundangnya ke rumah, membimbing dengan kasih, melengkapi pemahamannya tentang Kristus. Di sinilah peran Priskila dan Akwila sebagai suami istri yang mengenalkan tentang Jalan Allah
Aplikasi Zaman Now:
Dalam dunia digital, ketika kita lihat postingan salah, khotbah menyesatkan, ajaran menyimpang—jangan buru-buru “membunuh karakter” di kolom komentar. Belajarlah dari Priskila dan Akwila: dekatkan, bimbing, luruskan dengan kasih dan kebenaran.
Ilustrasi:
Di satu grup WA gereja, ada jemaat membagikan berita tentang “vaksin anti-Kristus.” Seorang diaken bijaksana langsung japri, kirim link klarifikasi resmi Kemenkes, lalu mengajak diskusi alkitabiah tentang tanda 666. Akhirnya seluruh grup tercerahkan, hoaks tidak menyebar.
Pesan:
- Jadilah pembimbing yang penuh kasih, bukan pembully digital.
- Jangan menyebarkan fitnah atau kesalahan teologis. Perlu koreksi pribadi dengan lemah lembut dan sabar.
III. Apolos yang Diperlengkapi: Menjadi Pembawa Kebenaran yang Kuat (Ay. 27-28)
Setelah dibimbing Priskila dan Akwila, Apolos menjadi pengkhotbah besar di Korintus. Ia bukan hanya cerdas secara teori, tapi berani menyatakan Yesus adalah Mesias, dan membungkam lawan-lawannya dengan kebenaran Kitab Suci.
Aplikasi Zaman Now:
Kita semua bisa menjadi “Apolos baru” di dunia digital ini: bukan penyebar hoaks, bukan pelayan emosi massa, tapi pembawa suara kebenaran, harapan, kasih Allah.
Bayangkan jika semua orang Kristen di Indonesia:
- Cerdas digital,
- Berbasis kebenaran firman,
- Bicara penuh kasih,
- Tidak gampang share info tanpa cek kebenaran,
- Meluruskan info salah dengan sabar.
Betapa damai dan terangnya media sosial kita!
Ilustrasi:
Seorang Youtuber Kristen di Korea yang dulunya penyebar clickbait bertobat. Sekarang ia dedikasikan channel-nya untuk klarifikasi hoaks kekristenan, mengajar Alkitab, dan membangun iman anak muda. Viewer-nya jutaan. Ia jadi Apolos masa kini—dipakai Tuhan setelah diperlengkapi.
Pesan:
- Setelah belajar dan dikoreksi, tugas kita adalah menjadi suara kebenaran di tengah dunia yang buta arah.
- Bukan diam atau pasif, tapi aktif menyampaikan kabar baik.
IV. Tantangan untuk Gereja dan Jemaat Masa Kini
- Jangan sembarang forward! Jangan jadi saluran hoaks! Setiap berita harus dicek kebenarannya (Filipi 4:8).
- Bangun literasi digital dan iman. Sekolah Minggu, Pemuda, PA Dewasa harus mengajarkan cara memilah info benar dan salah.
- Tumbuhkan budaya saling membimbing. Koreksi dalam kasih seperti Priskila dan Akwila. Jangan budaya “cancel” atau “bully digital.”
- Jadilah Apolos baru yang sudah diperlengkapi. Gunakan medsos untuk menyebar Firman, bukan emosi, provokasi, atau fitnah.
Penutup:
Dunia digital seperti hutan rimba penuh suara, kadang kabar bohong lebih viral dari kabar benar. Tetapi Tuhan memanggil kita seperti Apolos, Priskila, dan Akwila—untuk:
- Terus belajar,
- Rendah hati dikoreksi,
- Saling membimbing,
- Dan akhirnya menjadi pembawa kebenaran sejati.
Jangan biarkan jemaat kita ikut arus hoaks, kebencian, dan gosip. Jadikanlah gereja—baik online maupun offline—sebagai pilar kebenaran dan kasih.
Ilustrasi Penutup: “HP Dua Muka”
Ada seorang bapak tua di desa beli HP Android baru. Setiap kali ada WA masuk, langsung diforward ke semua grup tanpa dibaca. Akhirnya banyak hoaks tersebar dari HP-nya. Ketika ditegur anaknya, sang bapak bilang, “Lho, ini kan tugas HP: menyebar kabar!”
Anaknya menjawab:
“Bukan, Pak. HP itu alat. Kita yang menentukan: menyebar kebenaran atau kebohongan.”
Demikian juga hidup kita di dunia digital: pilihan ada di tangan kita.
Ayat Peneguhan:
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.”(Filipi 2:5)